“woi
mau mati loe” teriak pengendara motor, jika dia tidak rem tepat waktu,
tabrakan beruntun di tengah perempatan lampu merah tidak terhindarkan .
Lalu lintas Jakarta di jam kantor memang sangat padat dan super
padat, seperti layaknya medan perang dengan tentara siap untuk
bertempur, tujuan mereka hanya ingin menang, tidak perduli saling bunuh
yang penting sampai ke tujuan.
Setiap pagi
dan sore Lalu lintas Jakarta begitu rapat, sedikit saja menyenggol
pengendara lain, siap-siap bogem mentah siap mendarat di muka. Yang aneh
rata-rata pengendara di Jakarta adalah orang berpendidikan yang
mengerti apa itu lampu hijau, lampu merah, dan mereka dapat
dipastikan mengetahui jika lampu merah itu berhenti dan lampu hijau itu
untuk jalan, lalu kenapa mereka tetap menerobos lampu yang jelas-jelas
berwarna merah. Yang jadi pertanyaan apakah mereka benar-benar sudah
"buta warna", coba rasakan berada di perempatan Grogol, Kemayoran, dan
Senen, semua pengendara tidak lagi menghiraukan apakah lampu itu merah,
ataukah lampu itu hijau, jika terlihat ada peluang untuk menerobos,
langsung jalan terus. sungguh sangat Apes jika berada di tengah
tiba-tiba dari arah berlawan mobil atau motor muncul tiba-tiba, Kalau
sudah begitu perang adu mulut ditengah perempatan tidak terhindarkan,
klakson pun bersahutan menandakan perang dimulai.
Rasakan pagi
hari pukul 08.00 pagi di kawasan Daan Mogot, atau sore hari sekitar
pukul 17.00 di lampu merah menuju pasar baru. Seolah sudah janjian dan
menjadi kebiasaan, menerobos lampu merah berjamaah menjadi lumrah, dan
naik ke trotoar bahu jalan adalah hal biasa. yang memalukan jika
pengendara motor berebut dengan pejalan kaki di bahu jalan, yang
benar-benar itu haknya si pejalan kaki tersebut. sungguh memalukan.
mungkin Prinsip pengendara Jakarta saat ini, selama masih bisa jalan dan tidak kena macet,, pokoknya maju terus tidak perduli itu melanggar atau hak siapa. Sungguh semakin kusam wajah “ibu kota ku” jika semua warganya tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan menghormati sesama pengguna lainnya. Kalau sudah begitu pantaskah “warga Jakarta disebut buta warna”.
mungkin Prinsip pengendara Jakarta saat ini, selama masih bisa jalan dan tidak kena macet,, pokoknya maju terus tidak perduli itu melanggar atau hak siapa. Sungguh semakin kusam wajah “ibu kota ku” jika semua warganya tidak mempunyai rasa tanggung jawab dan menghormati sesama pengguna lainnya. Kalau sudah begitu pantaskah “warga Jakarta disebut buta warna”.
Sebentar lagi
tahun 2012 dan diprediksikan akan datang banjir 5 tahunan, semakin
lengkap penderitaan warga di Ibu kota ini, sudah kena macet,
masyarakatnya tidak tertib, kemudian banjir yang sudah menjadi tamu
rutin setiap tahun. kalau sudah begitu Siapa yang pantas bertanggung
jawab dan disalahkan,. Jawabnya adalah kita semua yang pantas
bertanggung jawab atas kebodohan-kebodohan kecil yang selama ini
dilakukan, sekarang marilah disiplin dimulai dari diri sendiri dan
tidak perlu menyalahkan pejabat DKI yang sudah bersusah payah
menertibkan warganya. disipilin dan mempunyai kesadaran dari diri
sendiri bisa membawa dampak perubahan lebih baik kedepannya. mulailah
dari sekarang juga,
(coretan Sore di perempatan Lampu Merah Grogol)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar