Rabu, 23 Mei 2012

Sejarah Asal Mula Seni Bela Diri Pencak Silat _2


Jejak Spiritual dibalik Pencak Silat
Selain soal jejak sejarah yang bisa dianalogikan sebagai jejak pencak silat (sejarah perang atau kejayaan kerajaan/tokoh sejarah), asal-usul pencak silat juga bisa ditelusuri dari kandungan nilai didalamnya. Value dalam hal ini adalah kandungan nilai-nilai spiritual yang terdapat dalam pencak silat. Kenapa hal ini dijadikan satu subyek? karena secara anthropologi, banyak aliran atau perguruan pencak silat di nusantara yang selalu menghubungkan pencak silatnya dengan nilai spiritual dibelakangnya. Boleh jadi hal ini bukan hal baru, karena di Cina, negeri tempat berasalnya wushu, kung fu atau apapun namanya, juga selalu dihubungkan dengan nilai spiritual dibelakangnya. Disebutkan bahwasanya, pada sekitar abad ke-5/6 masehi, timbul yang disebut sebagai tokoh Bodhidarma, seorang putra raja Tamil dari dinasti Pallawa, yang beralih menjadi biksu Buddha dan menciptakan ajaran Zen ke Cina. Menurut legenda Cina, tokoh inilah yang mengajarkan latihan fisik yang berkembang menjadi silat Shaolin, yang kini disebut sebagai Shaolinquan.
Pencak Silat menurut penggolongan usianya, menurut pendapat penulis juga dibagi menjadi beberapa kelompok:
Pertama pencak silat purba yang berkembang pada masa manusia belum mengenal tulisan. Berbagai artefak berupa kapak beliung, kapak perimbas, kapak genggam dari masa prasejarah. Pada masa ini, unsur spiritual lebih kuat karena belum dikenal jurus yang baku, semuanya masih bertumpu pada kekuatan masing-masing individu beserta keyakinannya. Ini sesuai dengan prinsip primus interpares (tokoh yang senior atau menonjol) didalam struktur masyarakat nusantara yang belum mengenal bentuk sistem pemerintahan berbentuk negara (kerajaan). Semuanya masih pada sistem masyarakat kesukuan. Dimana satu kelompok dipimpin oleh seorang yang dianggap terkuat dan memiliki kharisma tersendiri. Jejak praktek seperti ini bisa dilihat pada masyarakat tradisional di Afrika yang mengangkat seseorang menjadi seorang berkualitas pemimpin jika ia bisa melewati inisiasi seperti: membunuh seekor singa (suku Masai). Unsur spiritual disini lebih ditekankan kepada sistem kepercayaan lokal, dimana biasanya dalam prakteknya seorang pemimpin dianggap bisa mendapatkan dukungan kekuatan dari dunia lain, sehingga ia bisa menjadi sakti dan kuat dan mampu mengatasi bahaya yang mengancam jiwanya maupun kelompok masyarakatnya. Inilah kemungkinan yang disebut sebagai ilmu tua dalam pencak silat. Dalam pemakaian sehari-hari, pencak silat ini hanya dipakai untuk mengatasi ancaman binatang buas atau perang antar suku dalam memperebutkan wilayah kehidupan.

Kedua adalah pencak silat dari masa klasik, dimana sudah ada satu sistem religi yang berkembang luas dan masyarakatnya mengenal sistem sosial berbentuk pemerintahan negara atau kerajaan. Pencak silat dimasa ini sudah berkembang menjadi satu sistem seni bela diri yang luas, yang terbagi kedalam beberapa golongan: golongan militer dan non militer. Pada militer, dilatih berbagai jurus pencak silat yang mengutamakan kecepatan dan kekuatan dalam pertarungan full contact body memakai senjata militer yang sudah ditetapkan. Namun disamping tehnik silat militer, masing-masing individu juga mempelajari sisi spiritual atau "daleman" yang memberikan kekuatan lebih pada pencak silatnya yang berbentuk fisik berupa jurus. Sehingga dalam prakteknya, jurus yang dipakai dengan kekuatan spiritual tadi bisa menghasilkan hasil pukulan yang jauh lebih berbahaya daripada pukulan biasa. Dalam masa ini, yang di nusantara diwarnai oleh pengaruh keagamaan Hindu dan Buddha, aliran pencak silat sudah mulai berkembang, seiring dengan makin seringnya interaksi masyarakat di Nusantara, baik secara damai (perdagangan) maupun melalui konflik (perang). Tenaga dalam di pencak silat masa ini bukanlah melalui hasil praktek oleh nafas seperti di Cina, melainkan hasil tirakat/tapa brata/ olah batin yang melibatkan kekuatan pikiran. Ritus mempelajari olah batin ini sebetulnya juga hasil pengembangan dari masa sebelumnya. Seperti juga pada perkembangan kebudayaan di masa klasik, yang menghasilkan puncak kebudayaan berupa sinkretisme dalam agama Hindu-Buddha dan Jawi (khusus di pulau Jawa bagian Tengah dan Timur, sehingga timbul agama Jawi/Budo), maka olah batin inipun juga mencapai puncaknya. Di Jawa, timbul yang disebut dengan Kejawen, yakni satu perangkat pengetahuan mengenai kebatinan, pengetahuan soal manusia dan dimensi lainnya yang sebenarnya merupakan olah jiwa dan kekuatan pikiran. Para pesilat dari tanah Jawa pada masa ini pasti mempelajari ajaran ini untuk menyempurnakan pula pencak silatnya. Di ajaran ini dipelajari soal kanuragan (tingkat paling rendah) untuk kekebalan, kemuliaan (tingkat menengah) untuk mengobati dan keselamatan, dan manunggaling kawulo gusti (bersatunya jiwa pelaku dengan sang Pencipta) sebagai tingkat tertinggi dimana pesilat menjadi kawruh atau tahu sebelum terjadi. Pada masa ini, aliran silat sudah terbentuk. Kerajaan di Jawa dengan gaya silatnya sendiri yang sangat ofensif, Kerajaan Sunda dengan silatnya yang sangat defensif dan mematikan, dan lainnya.


Ketiga adalah pencak silat dari masa masuknya Islam ke Nusantara. Pada masa ini peran spiritual dibalik pencak silat terdahulu yang diwarnai dengan prinsip kepercayaan Hindu-Buddha, Budo atau Kejawen atau Sunda Wiwitan, digantikan dengan ajaran Islam. Kebanyakan yang masuk menggantikan adalah ajaran Tarekat-tarekat yang masuk melalui tokoh-tokoh ulama kharismatik di jamannya. di Jawa dan Sunda, unsur tarekat yang memakai ajaran sufi bisa masuk cukup dalam karena pada akhirnya memiliki sifat ajaran tertinggi yang sama dengan prinsip ajaran sebelumnya, yaitu bersatunya sang pelaku dengan Allah SWT. Di masa ini pula, mulai masuk pula unsur olah pernafasan bersamaan dengan masuknya bela diri dari Cina yang banyak memakai pernafasan sebagai tenaga penguat atau tenaga dalam. Penggabungan inilah lalu yang menghasilkan ilmu pernafasan generasi pertama di nusantara. Prinsip "bersatu dengan tuhan" dicapai dengan melakukan olah nafas yang disertai pemusatan kekuatan pikiran. Pada saat akhir masa masuknya Islam ini, dan mulai berkuasanya kolonialisme di Nusantara, pencak silat juga mengalami perubahan yang cukup signifikan. Banyak aliran-aliran pencak silat yang baru lahir di masa ini sebagai hasil paduan dari bertemunya pencak silat dari berbagai daerah di nusantara. Di era inilah, pencak silat yang kita kenal saat ini diciptakan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar